PANDANGAN HIDUP TOKOH-TOKOH INDONESIA
1. B.J.Habibie
Ia menjadi Presiden ke-3 Republik Indonesia dengan
masa pemerintahan yang singkat yaitu selama 1 tahun 5 bulan. Semasa kecil orang
tuanya mendidik Habibie agar fasih berbahasa Belanda, dan pada saat SMA
potensinya pada bidang eksakta sudah mulai terlihat. Meskipun berpotensi pada
bidang eksak, rupanya Habibie saat muda saat mencintai kesenian. Tokoh
indonesia yang sangat perhatian dengan dunia pendidikan ini juga memiliki
banyak hal yang dapat diteladani. Habibie pernah menyebutkan bahwa hanya dengan
konsistensi, seseorang dapat menjadi unggul. Dan baginya tidak apa-apa untuk
melakukan sedikit kesalahan dalam proses belajar, lebih penting menurutnya
untuk memulai kembali dan mencari letak kesalahannya. Selain itu tidak terlalu
penting untuk memperdebatkan sesuatu yang tidak terlalu penting, hal seperti
ini justru membuat kita menjadi tidak produktif.
Habibie beropini bahwa ukuran keberhasilan seseorang
terletak dari beberapa banyak masalah yang dapat dipecahkan. Menurut Habibie
dengan konsistensi maka seseorang dapat menguasai detail yang dimaksud detail
disini adalah orang yang tidak menghargai hal yang tampaknya kurang berharga
tidak berhak mendapatkan kepercayaan untuk mengelola sebuah usaha yang besar.
2.
Hidup Sederhana
Seperti Proklamator Mohammad Hatta
Mohammad Hatta penuh
inspirasi. Kesederhanaan Bung Hatta dalam menjalani kehidupan jadi salah
satunya. Semasa muda Bung Hatta tak terpengaruh pergaulan bebas,dan setelah tua
pun tidak gila jabatan. Sekalipun lahir dari keluarga berada, kehidupan Bung
Hatta jauh dari foya-foya. Pandangan akan kesederhanaanya itu semakin menggugah
sikap kerakyatannya ketika menimba ilmu di negeri Belanda. Tak sedikit tokoh
bangsa yang mengungkap jika ingin belajar kesederhanaan, maka belajarlah dari
Bung Hatta. Pandangan itu bukan pepesan kosong belaka, hingga akhir hayatnya
Bung Hatta hidup dalam kesederhanaan. Bung Hatta enggan memuja kesenangan yang
berlebihan, juga tak mau menggunakan uang yang bukan haknya, uang itu selalu
dikembalikan ke kas negara. Pada kesempatan lainnyapun begitu Bung Hatta selalu
menolak pemberian amplop dari pejabat-pejabat daerah.
Kesederhanaan Bung Hatta
semakin terlihat ketika dirinya mundur dari jabatan Wakil Presiden pada tahun
1956. Karena itu Bung Hatta tidak mendapat gaji, satu-satunya pendapatan hanya
bersumber dari uang pensiun yang tak seberapa sebagai wakil presiden. Demi
mencari tambahan, Bung Hatta mencoba masuk ke dunia menulis dan mengajar.
Setelahnya, Bung Hatta banyak dibantu oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin (
1966-1977) yang mengusulkan Bung Hatta menjadi warga kota utama. Tak hanya itu
kesederhaan Bung Hatta tercemin pula dari keinginan yang berkeras hati tak mau
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (Kalibata). Bung Hatta mengatakan bahwa
dirinya ingin dikubur pada kuburan rakyat biasa agar dirinya dekat dengan
rakyat yang selama ini diperjuangkan oleh Bung Hatta.
Sc. https://voi.id/memori/59081/hidup-sederhana-seperti-proklamator-mohammad-hatta
3. Ki
Hajar Dewantara : Pejuang Pendidikan Indonesia
Dalam dunia Pendidikan Indonesia kita tak asing dengan
nama Ki Hajar Dewantara. Pada masa pra-kemerdekaan menghasilkan
pandangan-pandangan revolusioner di bidang pendidikan dan kebudayaan. Lahir
dalam keluarga bangsawan membuat Suwardi Suryaningrat mendapat kesempatan
pendidikan lebih besar, ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS)
Belanda. Lulus dari ELS Suwardi Suryaningrat masuk ke Kweekschool di
Yogyakarta. Tak lama setelah itu ia ditawari beasiswa untuk masuk sekolah
dokter STOVIA ( School Fit Opleiding Van Indische Artsen ). Suwardi menerima
tawaran itu, namun karena kesehatannya yang kurang baik ia sempat sakit selama
4 bulan dan beasiswanya dicabut oleh sekolah tersebut.
Gagal jadi dokter tak membuat Suwardi Suryaningrat
menyesal. Ia percaya bahwa berjuang untuk bangsa tidak hanya lewat menjadi
dokter.Ia aktif di Organisasi Budi Utomo ( BU), turut melancarkan
propaganda-propaganda terhadap kebangkitan Nasional. Berkat tulisan-tulisannya
yang bagus, pada tahun 1912 Suwardi Suryaningrat diminta mengasuh Harian De
Express Bandung oleh Dr.E.F.E.Douwes Dekker, tulisan pertamanya berjudul
"Kemerdekaan Indonesia". saat ia menulis "Als ik eens
Nederlander Was" ia diasingkan karena tulisan-tulisan berupa kritikan yang
dinilai sangat pedas.Selama pengasingan Suwardi Suryaningrat memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk memperdalam Ilmu Pendidikan lewat kursus-kursus
tertukis dan kursus malam hingga berhasil meraih Akte Guru Eropa dalam pendidikan
paedagogie, ia banyak mendapat pengetahuan dan pemahaman sejarah sosial
pendidikan. Suwardi Suryaningrat kembali ke Indonesia. Pada tanggal 3 Februari
tahun 1928 Suwardi Suryaningrat memutuskan berganti nama menjadi Ki Hadjar
Dewantara, Hadjar berarti Pendidik, Dewan berarti Utusan, dan Tara berarti Tak
tertandingi, jadi makna Ki Hadjar Dewantara adalah Bapak Pendidik Utusan Rakyat
yang Tak tertandingi.
4. H.Agus
Salim : Tiap Hari Jangan Berpikir Politik
Ulama besar Indonesia Buya Hamka selalu mengingat Haji
Agus Salim sebagai sosok dengan hati selalu besar dan muka selalu jernih. Pesan
dari Haji Agus Salim yaitu, agar sebagai manusia tidak setiap hari kita
terpengaruh agar berpikir politik, sehingga lupa memandang sesuatu yang
posistif yang ada di Tanah Air tercinta. Menurut Haji Agus Salim, masyarakat
sering sekali membicarakan soal-soal penting dalam hidupnya seperti soal agama
dan soal kenegaraan. Tetapi mereka lupa memikirkan bagaimana bisa bicara
soal-soal penting itu dengan aman dan leluasa.Lalu ia melanjutkan pesannya,
maka didalam memikirkan soal-soal politik, soal-soal yang tidak memuaskan kita,
pikirkan pulalah sejenak bahwa ada sesuatu yang berjalan dengan baik, padahal
kita melupakan itu sehingga kita selalu merasa tidak puas. Itulah pandangan
hidup beliau dari segi optimis.
5. Tradisi
Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan
Indonesia
Telah diakui bersama bahwa pesantren memiliki peran
besar dalam perkembangan sosial-politik Indoneisa. Tokoh-tokoh inspirasional
dalam kencah sosial dan politik Indonesia banyak yang lain dari pesantren
seperti Gus Dur, Hidayat Nur Wahid, Syafii, Din Syamsuddin, dan lainnya.
Pesantren menajdi fondasi dan tiang penyangga paling penting bangunan peradaban
dan sosial-politik Indonesia sejak tahun 1200. Kemudian, mulai tahun 1999
pesantren meningkatkan perannya dalam pembangunan peradaban Indonesia hingga
memasuki milenium ketiga. Pada tahun 1999 para kyai meningkatkan aktivitasnya
agar lebih mampu mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia ke masa depan.
Tradisi pesantren yang dianutnya meningkatkan kembali
ajakan agar masyarakat dan bangsa Indonesia tidak hanya pandai bertikai, tetapi
bersikap arif dan mampu mendahulukan kebersamaan, kesatuan, dan pemerataan
keadilan bagi masyrakat luas dalam hal keagamaan, kebudayaan, ekonomi, sosial
dan politik.Tradisi pesantren yang menurut mereka adalha kolot, statis, dan
sentralistik dibantah dalam buku yang di tulis oleh Zamakhstari Dhofier.
Keberhasilan para kyai dalam menghimpun kekuatan yang besar di indonesia ini
bukan semata-mata karena jumlah pengikutnya lebih banyak daripada islamnya,
tetap juga karna kuatnya hubungan sosial, kultular, dan emosional antara sesama
kyai dan pengikutnya. Para sarjana yang mempelajari kebudayaan dan politik
indonesia pada umumnya mengakui, bahwa islam di zaman penjajahan Belanda
merupakan faktor pemersatu bagi kelompok-kelompok suku bangsa yang tinggal
terpencar di berbagai pulau, Bahkan di luar negeri pun.
Sc. http://library.fis.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=1237&keywords=
Komentar
Posting Komentar